Halaman

Senin, 18 Januari 2010

UBUDIYYAH " BID'AH"

Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari, istilah "bid’ah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,” Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda,”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.

Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).

Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah S.W.T.:

بَدِيْعُ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ
“Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).

Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek? Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut;

اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.

Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata :

نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ
“Sebagus bid’ah itu ialah ini”.

Bolehkah kita mengadakan Bid’ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya Bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah.

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَاوَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا. القائى, ج: 5ص: 76.
“Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.

Apakah yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka?
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.

Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.

Mari kita kembali kepada hadits.
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”.

Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, حدف الصفة على الموصوف “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.

Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua :
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر

“Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

--(KH. A.N. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dalam "Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) Menjawab", diterbitkan oleh PP LDNU)

« Kembali ke arsip Ubudiyyah | Print| Share

Komentar:
asma menulis:
pusing gue baca artikel ini,gak faham.mbulet.apakah mempelajari islam sesulit ini yak.ato gue yg terlalu awam ttg islam.mohon dipermudah n jangan banyak maen kiasan2. hermawan menulis:
Meskipun saya tidak setuju dengan amalan NU tapi setelahnya saya membaca penjelasan pasal bidah ini saya bisa tahu alasan para kiai melakukan hal-hal yang bukan sunah rosul. Terimakasih. Mudah-mudahan perbedaan itu kan jadi rahmat. muttaqin menulis:
Kenapa mas Hermawan tidak setuju dengan amalan NU?amalan NU mana yang tidak setuju?jangan-jangan hanya karena mas Hermawan ada rasa iri dan dengki sama kyai-kyai NU muttaqin menulis:
Mas asma memang kayaknya sulit bagi kita orang awam. untuk itulah ada beberapa disiplin ilmu dalam islam yang harus dikuasai oleh seseorang/ulama yang mengambil suatu keputusan hukum islam diantara ilmu balaghah atau tata bahasa. tidak asal serampangan dalam mengambil keputusan. kadang orang baru hafal 1 atau 2 hadist sudah berani menghantam madzhab/aliran tertentu bahkan sampai mengina atau mengkafirkan.Untuk kita sebagai orang awam yang bodoh harus mengikuti (taqlid) para ulama yang mumpuni jangan mengambil keputusan berdasar keinginan sendiri. Tri Mzuki menulis:
Asma, ma'af, semoga hati anda jadi lembut, amin. QS. Albaqoroh [2] : 139
Katakanlah:"Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, pdhl DIA adalah Tuhan kami & Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu & hanya kepada Nya kami mengikhlaskan hati Alfan FAza menulis:
Saya heran...kenapa "orang-orang" itu slalu merecoki amaliyah NU.seakan2 mereka sendiri yang bener. dan NU yg paling bi'dah. lucu...kadang malang org-org yg islamnya "islam hijrah" yang suka ngeyel.padahal mereka baru saja mendalami islam. udah deh..lebih selamat .."lakum dinukum waliyadin".
bid'ah....? pemahaman mereka tentang bid'ah sendiri tidak konsisten. tidak mengakui bid'ah hasanah dan sayyiah..tp mengakui bid'ah dunia dan akherat...itu menurut saya malah "mbah"nya bid'ah..
Bravo NU
El-Muhammed menulis:
Jiwa Ragaku Hanya untukmu NU... nur yasin binbas menulis:
Pk yai Nuril.
mengapa anda menghubungkan sifat dengan Khobar. katanya dua sifat? misalnya "kullu bid'atin hasanatin sayyi'atin". kalo ini baru tidak masuk akal, karena dua sifat dalam satu benda.
Sementara hasanah atau sayyi'ah dengan dlolalah adalah sifat dengan khobar. ini kok tidak ada korelasinya. mohon di perjelas. arif menulis:
ya... begitulah mereka, .. hanya ikut ustadnya, ustadz bilang amalan "a" bid'ah kemudian mereka berteriak bid'ah dan seterusnya. padahal dalam setiap tarikan nafas kita selalu ada bid'ah karena kita hidup jauh setelah nabi. Kalo harus dibedakan antara hal muammalah dan aqidah, ya... tidak diciptakan manuasia dan jin kecuali untuk beribadah... dlm segala hal karena yang dunia (muammalah) itu buat bekal perjalanan ke akherat (tujuan akhir aqidah)
Bahkan saya ingat ketika ada ta'lim yang menyampaikan tentang bid'ahnya pemakaian "hisab" untuk menentukan awal bulan ramadhan (karena tidak dicontohkan oleh nabi). padahal penentuan waktu sholat dengan menggunakan ukuran jam sudah diakui oleh seluruh umat islam. khan arloji (jam) adalah teknologi aplikasi dari ilmu hisab. hal-hal seperti itulah yang menunjukkan bahwa kelompok ahli penuduh bid'ah itu sesungguhnya tidak tahu persis makna bid'ah. Muhammad Adlan menulis:
Walau orang diluar NU mengatakan Bid'ah. Tapi karena aku bukan orang yg ahli ,tetap menjalani.Karena aku yakin para Ulama pasti punya pegangan dadang_harun menulis:
Bid'ah seperti yang banyak diungkapkan dan dimasalah oleh berbagai ormas atau perorangan menjadi menghangat dalam dunia Islam, bahkan banyak yang merasa dirinya paling sesuai dengan Qur'an dan sunnah, Padahal menurut pengamatan saya, hampir semua umat muslim di dunia selalu taklid dan melakukan bid'ah, hanya saya tidak tidak tahu mereka melakukan bid'ah yang tercela atau yang baik.
Maka menyimpulkan mari kita cermati dan telusuri kata bid'ah itu, jangan menjadi kata bid'ah merusak ragam khilafiah yang yang di Indonesia, dan marilah kita introspeksi kepada diri kita apa benar kita tidak pernah melakukan prilaku bid;ah selama ini.
Mudah-mudahan komentar saya menjadi pengingat bagi kita untuk berjuang dijalan Allah jangan sampai terjebak oleh hal-hal yang masih interpretaitif. el jamusy menulis:
mas, mbak, udah ndak usah banyak berdebat, wong yang menilai Alloh swt, kalau saya sebagai wong nu ya nderek ulama, ya kalau ada yang tidak sepakat,ya tolong bisa saliNg menghargai ya mas...!KALAU TIDAK SEPAKAT YA JANGAN MENGA MALKAN B. Iswanto menulis:
Yang terpenting kita intorpeksi diri kita apakah itu baik atau jelek untuk kita.
"KARENA BANYAK ORANG MEMBID'AHKAN ORANG LAIN MALAH DIRINYA MEMHANCURKAN SUNNAH" contohnya:
Banyak mimbar-mimbar Rosululloh diganti dengan podium di masjid2 modern. Padahal Podium selalu dipergunakan orang yahudi dan nasrani juga dipakai untuk masalah2 dunia. KENAPA KITA BERKATA BID'AH tapi mimbar rosululloh malah diganti denga podium????? intropeksi dirilah..... ihya menulis:
saya salut atas argument yang di lontarkan oleh mas el-muhammady. mungkin saya disini hanya bisa menambahi dan membumbui apa yang di paparkan secara jelas oleh mbah nuril(maaf pake panggilan "mbah" karena kata ini biasa saya gunakan untuk memanggil orang yang patut saya hormati), kata bid'ah adalah isim dan setiap isim(benda)pasti mempunyai ardh(sifat), nah yang di tekankan oleh mbah nuril adalah mustahilnya dua sifat yang berlawanan berkumpul menjadi sifat satu benda, kata hasanah dan sayyiah adalah dua kata yang tidak mungkin berkumpul dalam satu benda, jadi harus memakai salah satu. berarti akan ada dua kemungkinan(bukan keharusan/kepastian) jelek atau bagus. hal ini menuntut ijtihad para ulama untuk mempertimbangkan segala sesuatu yang baru(bid'ah). oya untuk mas el-muhammady mungkin kita bisa lebih sering ketemu. bravo nu
Adelaine menulis:
Sesama Muslim janganlah saling menghujat.Salahkah aku bila berdiri ditengah?Bisa dijalankan ataupun ditinggalkan Mohammad Furqon menulis:
Ass. saya salut dengan perdebatan argumen para pakar bahasa maupun syari'ah. Tapi apakah perdebatan itu akan menyelesaikan masalah? mungkin cukup kita jelaskan pokok permasalahannya tapi tidak perlu menjustifikasi benar atau salah karena Islam datang dari sumber satu yaitu Allah melalui rosulnya Muhammad. Lakum dinukum waliyadin. ichsan menulis:
semua mementingkan debat. kapan selesainya. tu lihat masih banyak orang mabuk,judi,dan perkosaan. Hamba Alloh menulis:
ya untuk mrangkum smua komentar, maka kesimpulannya jangan menghina kelompok lain. Maka dengan Jihad saya akan mendukung perjuangan dakwah Islam NU sampai mati. Allooooohu akbar............. ahmad menulis:
Bagi orang yg tidak suka dgn amalan/sunnah yg di lakukan NU/aswaja adalah orang merugi, kenapa di bilang rugi? karena bila di ibaratkan dengan kerja amalan merupakan tambahan(lembur) pahala wat orang yg suka dan menjalankannnya , kan jd banyak pahala kita ... amiieeeen...

Tidak ada komentar: